Ad Code

Responsive Advertisement

Ticker

6/recent/ticker-posts

5 Film Berbiaya Fantastis Namun Sepi Penonton

Hollywood dikenal sebagai pabrik mimpi. Dari sinilah film-film paling mahal, paling spektakuler, dan paling berpengaruh di dunia lahir. Namun, di balik kesuksesan megah seperti Avatar, Titanic, atau Avengers: Endgame, tersimpan sisi gelap industri perfilman: proyek-proyek dengan anggaran raksasa yang berakhir menjadi bencana finansial.


Bahkan dengan teknologi tercanggih, deretan bintang besar, dan promosi global, tidak semua film bisa mencuri hati penonton. Ada yang terlalu ambisius, ada yang salah strategi, ada pula yang gagal karena naskahnya tak sekuat visualnya. Inilah kisah 5 film supermahal yang membuktikan: uang besar tidak selalu berarti kesuksesan besar.

1. John Carter (2012): Ambisi Disney yang Berujung Malapetaka

Ketika Disney mengumumkan proyek John Carter, banyak orang mengira ini akan menjadi waralaba besar berikutnya. Dengan bujet lebih dari USD 250 juta, film ini diadaptasi dari novel klasik karya Edgar Rice Burroughs yang menginspirasi Star Wars dan Avatar.

Namun, apa yang terjadi justru kebalikannya. Meski memiliki visual megah dan efek CGI memukau, John Carter gagal membangun koneksi emosional dengan penonton. Ceritanya dianggap rumit, karakternya datar, dan kampanye pemasarannya membingungkan. Hasilnya? Film ini hanya menghasilkan sekitar USD 284 juta secara global—angka yang tak cukup menutup biaya produksi dan promosi yang mencapai lebih dari setengah miliar dolar.

Kegagalan John Carter bukan hanya kerugian besar secara finansial, tapi juga menjadi “batu nisan” bagi beberapa eksekutif Disney pada waktu itu. Film ini sering dijadikan contoh klasik tentang bagaimana ambisi besar bisa berujung bencana ketika visi kreatif tidak berjalan seimbang dengan strategi bisnis.

2. Cutthroat Island (1995): Bajak Laut yang Menenggelamkan Studio

Sebelum Pirates of the Caribbean membuktikan bahwa film bajak laut bisa sukses, Hollywood pernah memiliki luka mendalam bernama Cutthroat Island.

Dengan anggaran antara USD 92–115 juta, film ini diharapkan menjadi petualangan laut epik yang penuh aksi dan humor. Namun, hasil akhirnya justru berantakan. Aksi yang membosankan, naskah lemah, serta promosi buruk membuat film ini hanya menghasilkan USD 16 juta di box office.

Kerugian yang begitu besar membuat rumah produksi Carolco Pictures bangkrut — sebuah studio yang sebelumnya sukses dengan Terminator 2 dan Total Recall. Ironisnya, kegagalan ini membuat Hollywood “takut” memproduksi film bertema bajak laut selama hampir satu dekade, hingga akhirnya Disney memulihkannya lewat Pirates of the Caribbean pada 2003.

Cutthroat Island kini dikenang sebagai pelajaran mahal bahwa genre megah tidak bisa hidup tanpa cerita yang memikat dan eksekusi yang solid.

3. Mortdecai (2015): Johnny Depp Tak Selalu Menjual

Nama besar Johnny Depp pernah menjadi jaminan box office. Namun pada 2015, reputasi itu diuji lewat film komedi-aksi Mortdecai.

Dibuat dengan anggaran USD 60 juta, film ini mengandalkan humor slapstick dan gaya eksentrik khas Depp. Sayangnya, penonton tidak tertarik. Mortdecai hanya meraup USD 47 juta di seluruh dunia dan menuai kritik pedas. Banyak yang menganggap film ini berusaha terlalu keras untuk lucu, tapi gagal total.

Kegagalan Mortdecai menjadi titik balik karier Depp, yang saat itu mulai kehilangan daya tarik komersialnya. Film ini sering disebut sebagai simbol kejenuhan publik terhadap formula karakter “aneh” yang terus ia perankan setelah kesuksesan Pirates of the Caribbean.

Dalam wawancara pasca-rilis, beberapa kritikus bahkan menyebut Mortdecai sebagai “film mahal yang tak tahu mau jadi apa.” Dan mungkin, mereka tidak sepenuhnya salah.

4. Valerian and the City of a Thousand Planets (2017): Visual Mewah, Cerita Berantakan

Disutradarai oleh Luc Besson—sutradara legendaris di balik The Fifth Element—film Valerian and the City of a Thousand Planets diharapkan menjadi kebangkitan besar film fiksi ilmiah Eropa. Dengan biaya produksi antara USD 180–200 juta, ini adalah salah satu film non-Hollywood termahal yang pernah dibuat.

Secara visual, Valerian adalah mahakarya. Setiap adegan terasa seperti lukisan bergerak dengan warna yang menakjubkan dan dunia alien yang kreatif. Namun, di balik keindahan itu, penonton menemukan cerita yang lemah dan karakter utama yang kurang menarik. Dialog kaku dan romansa yang dipaksakan membuat banyak orang kehilangan koneksi emosional terhadap film ini.

Meski meraih pendapatan global sekitar USD 225 juta, hasil tersebut tidak cukup untuk menutupi biaya produksi dan promosi yang sangat besar. Valerian menjadi contoh nyata bahwa efek visual spektakuler tidak bisa menggantikan kekuatan naskah dan emosi penonton.

5. Showgirls (1995): Ketika Kontroversi Tak Menyelamatkan dari Kegagalan

Showgirls mungkin adalah salah satu film paling kontroversial yang pernah dibuat. Dengan bujet sekitar USD 45 juta, film ini disutradarai oleh Paul Verhoeven, yang sebelumnya sukses lewat Basic Instinct.

Namun, alih-alih menjadi sensasi seperti pendahulunya, Showgirls justru menuai kecaman. Banyak pihak menganggap film ini vulgar tanpa arah dan gagal secara artistik. Pendapatannya di bioskop hanya sekitar USD 37 juta, membuatnya menjadi salah satu film dewasa paling merugi dalam sejarah.

Meski begitu, Showgirls memiliki perjalanan yang unik. Bertahun-tahun setelah kegagalannya, film ini justru menjadi cult classic—disukai oleh sebagian kalangan karena keanehannya dan dianggap sebagai “film jelek yang luar biasa.” Dalam dunia perfilman, tidak semua kegagalan berarti akhir. Kadang, justru di situlah legenda dimulai.